1. Berniat
dalam hati, tidak perlu dilafazkan. Contoh Niat, “Bismillâhi al-Rahmâni al-Rahîm, sengaja aku mandi
wajib (membersihkan hadas dan najis) karena Allâh subhânahu wata`âlâ.
2.
Membasuh
Seluruh Anggota Badan. Pada saat membasuh anggota badan, ada beberapa hal yang
disunatkan:
a)
Mulailah
dengan mencuci kedua tangan tiga kali.
b)
Kemudian membasuh kemaluan.
c)
Lalu berwudhu’ secara
sempurna, seperti halnya wudhu’ untuk shalat. Mulai dari sebelah kanan.
d)
Kemudian menuangkan air ke
atas kepala sebanyak tiga kali sambil menyelang-menyelangi rambut agar air
sampai membasahi urat-uratnya. (ini khusus membasahi kepala saja atau sama
dengan seseorang membersihkan rambutnya pakai shampo).
e)
Lalu mengalirkan air
keseluruh badan dengan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri tanpa
mengabaikan kedua ketiak, bagian dalam telinga, pusar dan jari-jari kaki serta
menggosok anggota tubuh yang dapat digosok. Mengalirkan air sedikitnya tiga
kali. Selesai.
f)
Khusus untuk perempuan yang
berambut panjang tidak diwajibkan menguraikan rambutnya seperti laki-laki. Sabda
Rasul Allâh SAW, “Bahwa seseorang perempuan bertanya kepada Rasul Allâh SAW: “Jalinan
rambutku amat ketat, haruskah diuraikan jika hendak mandi janabah? ”Rasul
AllâhSAW menjawab:“Cukuplah bila engkau menuangkan ke atasnya air tiga kali,
kemudian engkau timbakan ke seluruh tubuhmu. Dengan demikian engkau telah suci.” (HR.
Ahmad, Muslim, dan Tirmidziy).
Semua aturan
ini berdasarkan pemahaman prinsip-prinsip ajaran Islam, yang mengandung hikmah
dan kebaikan untuk semua manusia, terutama sekali bagi umat islam, untuk
menjaga kepuasan bagi sesama pasangan berdasarkan tujuan awal dari pernikahan
yaitu ibadah kepada Allâh, serta untuk menjaga kelestarian keturunan, disamping
suatu wadah penyaluran hasrat sex yang dimiliki manusia kepada lawan jenis
secara sehat dan bermartabat lagi terhormat. Maka bertakwalah kepada Allâh dan
ta`atlah.
Ketahuilah,
pada hakekatnya maksud dari syari`at adalah mentaati Allâh secara mutlak,
karena manusia hanya dapat mengkaji, memahami dan mengamalkannya berdasarkan
kemampuan intelektual yang dianugerahkan-Nya.
Dalam berbagai
literatur ditemukan banyak fatwa-fatwa ulama tentang perempuan, berkisar antara
profesi dan status perempuan sebagai mitra laki-laki dalam urusan mu`amalah,
namun dalam masalah ibadah, perempuan mendapat tempat tersendiri. Contoh,
perempuan yang haid tidak diwajibkan melakukan shalat, sampai ia suci, dari
haid atau bahkan dalam keadaan nifas juga termasuk dalam kategori ini. Contoh
lain, seorang isteri yang ingin berpuasa sunat dalam keadaan yang sama ia harus
menuhi hasrat seksual suaminya, pada saat itu, bagi sang isteri tidak ada
pilihan lain, hanya memenuhi hasrat suaminya, dengan ikhlas, akan menjadi
ibadah baginya, melebihi puasanya yang akan dilakukan.
Lelaki (suami)
yang bertaqwa, tentulah tidak meminta istrinya membatalkan puasa, hanya karena
ingin memenuhi hajat libidonya. Hamba yang mukmin dan muttaqin, tentulah mampu
mengendalikan hasratnya.
Demikian Islam
menghormati kaum laki-laki dan menghargai perempuan dengan pahala yang
seharusnya berada dalam keinginan yang tidak terbayangkan. Dan banyak lagi
peluang-peluang terhormat lainnya terkadang diabaikan atau bahkan
meremehkannya. Nabi Muhammad SAW pernah mengisyaratkan, “kalaulah
tidak dilarang makhluk menyembah makhluk, maka akan aku perintahkan isteri
menyembah pada suaminya.”
Begitu
berharganya penghormatan yang diberikan kepda sang suami. Konsekwensi dari
penghormatan terhadap suami (lelaki) ini, maka seorang suami bertanggungjawab
terhadap perlindungan dan kasih sayang tercurah dengan tulus kepada istrinya.
Di mata sang
isteri hanya suaminya menjadi sanjungan, setelah kecintaan kepada Allâh dan
Rasul.
Maklumilah,
bahwa Allah pula yang mewasiatkan kepada setiap manusia agar menghormati dan
berterima kasih kepada kedua orang tua (ayah dan bunda).
Di sini
terletak pokok akhlak mulia itu.
Semoga Bermanfaat :)
(diunggah dari : masoedabidin.wordpress.com)
(diunggah dari : masoedabidin.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar